• Jelajahi

    Copyright © Lentera News
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    Labuan Bajo Jadi Etalase Dunia, Tapi Rakyat Terpinggirkan? LPPDM Ajak Refleksi

    Jumat, 11 April 2025, April 11, 2025 WIB Last Updated 2025-04-12T03:33:15Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    LabuanBajo,lenteranews.info -

    Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat (LPPDM) Nusa Tenggara Timur menyatakan kesiapan mereka untuk menggelar aksi demonstrasi damai pada Sabtu, 12 April 2025 mendatang.


    Aksi ini direncanakan berlangsung bertepatan dengan kunjungan kerja Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.


    Aksi damai tersebut merupakan bentuk protes terhadap maraknya pembangunan hotel dan vila yang diduga melanggar batas sempadan pantai serta praktik pengkaplingan tanah negara secara sepihak di wilayah pesisir Labuan Bajo, yang dinilai merampas hak-hak publik atas ruang pesisir.


    Ketua LSM LPPDM, Marsel Nagus Ahang, dalam wawancara melalui sambungan telepon pada jumat malam (11/4/2025), menegaskan bahwa surat pemberitahuan aksi sudah disampaikan secara resmi kepada pihak kepolisian.


    “Benar, hari ini kami sudah resmi menyampaikan surat pemberitahuan aksi damai ke Polres Manggarai Barat. Aksi ini akan kami laksanakan pada tanggal 12 April, bersamaan dengan kunjungan Gubernur NTT di Labuan Bajo,” kata Marsel, menyebutkan nomor surat yang telah dikirim: 02/BH.636.LPPDM./MABAR/IV/2025.


    Marsel memastikan bahwa aksi yang mereka rencanakan akan berjalan secara tertib dan damai. “Kami bukan datang untuk memprovokasi. Kami datang menyampaikan suara masyarakat yang selama ini merasa diabaikan,” ujarnya.


    Menurut Marsel, pembangunan sejumlah hotel dan resort di pesisir Labuan Bajo telah mengabaikan aturan mengenai sempadan pantai dan secara nyata menghalangi akses masyarakat ke wilayah pesisir.


    Ia menyebutkan bahwa beberapa hotel bahkan telah memagari area sempadan pantai, yang seharusnya menjadi ruang publik.


    “Undang-undang jelas mengatur bahwa sempadan pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi harus bebas dari pembangunan permanen. Tapi yang terjadi di Labuan Bajo saat ini, banyak bangunan hotel justru berdiri di atas tanah negara dan bahkan memagari sempadan pantai,” ungkapnya.


    Marsel menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi yang kini dialami masyarakat lokal, terutama para nelayan dan anak-anak yang kehilangan akses terhadap laut dan ruang bermain mereka.


    “Ada hotel yang bangun pagar permanen sampai ke bibir pantai. Anak-anak tidak bisa lagi bermain di pantai, nelayan tidak bisa tambat perahu. Apakah ini yang disebut kemajuan pariwisata? Kami hanya minta keadilan ruang,” tegas Marsel.


    Dia menekankan bahwa aksi ini tidak ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu. LPPDM, menurutnya, bergerak murni atas dasar kepedulian terhadap ruang hidup masyarakat pesisir dan prinsip keadilan tata ruang.


    “Jangan ada yang salah paham. Ini bukan aksi yang ditunggangi. Kami murni membawa aspirasi rakyat. Kami percaya bahwa pemimpin sejati akan membuka telinga untuk mendengar suara rakyatnya,” katanya.


    Ia juga menyatakan bahwa LPPDM telah menghimpun data dan bukti visual yang menunjukkan adanya pelanggaran aturan sempadan pantai oleh sejumlah hotel dan resort.


    Data tersebut akan diserahkan kepada Gubernur NTT apabila tersedia ruang untuk berdialog secara langsung.


    “Kami ingin Pak Gubernur tahu langsung apa yang terjadi di lapangan, bukan hanya mendengar dari laporan para pejabat daerah. Ini bukan cerita baru, tapi selama ini pemerintah seakan tutup mata,” ucapnya.


    Marsel menegaskan bahwa sebagai destinasi pariwisata super premium, Labuan Bajo seharusnya menjadi contoh pengelolaan kawasan wisata yang adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Namun yang terjadi saat ini, menurutnya, justru sebaliknya.


    “Labuan Bajo jadi etalase dunia, tapi tata ruangnya amburadul. Investor masuk, bangun sesuka hati, dan yang dikorbankan adalah masyarakat lokal,” ungkapnya kecewa.


    Terkait partisipasi dalam aksi, Marsel menyebut sekitar 100 orang dari berbagai elemen masyarakat akan terlibat.


    Termasuk di dalamnya warga pesisir, mahasiswa, serta komunitas-komunitas lokal yang terdampak langsung oleh alih fungsi kawasan pesisir.


    “Kami pastikan aksi ini damai, tidak ada kekerasan, tidak ada keributan. Kami hanya ingin menyampaikan suara kami sebagai warga negara yang peduli pada ruang hidup kami sendiri,” ujarnya.


    Ia berharap bahwa aksi ini menjadi momentum bagi Pemerintah Provinsi NTT untuk meninjau kembali seluruh izin pembangunan yang telah dikeluarkan di sempadan pantai Labuan Bajo, serta mendorong penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran tata ruang.


    “Kalau Pak Gubernur tidak mencabut izin bangun vila di sempadan pantai Labuan Bajo, patut diduga bahwa beliau sudah ‘masuk angin’ setelah terpilih jadi gubernur. Kami tidak akan diam,” ucap Marsel lantang.


    Menurutnya, pemimpin yang baik bukan hanya hadir untuk seremonial, tetapi juga berani mengambil sikap terhadap pelanggaran, apalagi jika menyangkut hak publik dan lingkungan hidup.


    “Kami bukan menolak investasi atau kunjungan gubernur, tapi kami ingin menyampaikan aspirasi secara langsung. Ada banyak hotel yang dibangun terlalu dekat dengan bibir pantai, bahkan sampai menutup akses masyarakat ke laut. Ini jelas melanggar aturan,” kata Marsel menutup pernyataannya.



    Reporter: Eventius Suparno

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Politik

    +