Borong,Lenteranews.info–
Di tepi Jembatan Wae Bobo, tepat sebelum memasuki wilayah Desa Ngampang Mas, Kecamatan Borong, berdiri sebuah rumah reyot yang tampak nyaris roboh.
Di rumah yang sederhana ini, tinggal seorang ibu tangguh, Esilia Mis, yang telah menghabiskan 25 tahun hidup dalam keterbatasan.
Ia membesarkan anak-anaknya seorang diri, tanpa banyak harapan, namun dengan semangat yang tak pernah pudar.
Kondisi rumah Esilia, seperti yang diceritakan oleh Valentina Patra Labus, warga Kampung Warat, Kelurahan Peot, yang sering mengunjungi Esilia, sangat memprihatinkan.
Rumah itu berdinding papan rapuh, beratapkan seng yang mulai berkarat, dan berlantai tanah yang mudah dipenuhi air saat hujan.
"Saat hujan, air masuk dari atap dan sela-sela dinding. Kasur dan pakaian semuanya basah," ungkap Valentina melalui sambungan telepon WhatsApp dengan media ini pada minggu (13/4/2025) malam.
Lebih memprihatinkan lagi, Esilia hidup tanpa listrik. Di malam hari, ia hanya mengandalkan pelita minyak tanah, yang sering kali tak bisa dinyalakan karena keterbatasan biaya.
"Dia tinggal di sana bukan karena pilihan, tetapi karena tidak ada pilihan lain," ujar Valentina dengan nada sedih.
Ketika ditanya mengapa tidak pindah, Esilia hanya menjawab, “Mau pindah ke mana?”
Sejak ditinggalkan suaminya 25 tahun yang lalu, yang pergi tanpa kabar dan membawa anak sulung mereka, Esilia harus menjadi tulang punggung keluarga.
Ia menghidupi dua anaknya dari hasil kebun kecil yang ia kelola di sekitar rumahnya. Tanaman seperti ubi, singkong, dan talas menjadi sumber pangan utama mereka.
“Dia selalu bilang, ‘Asalkan anak-anak bisa makan dan sekolah, itu sudah cukup.’ Bahkan ketika kami membawa bantuan, dia sering kali berkata, ‘Ini buat anak-anak saja, saya masih kuat,’” cerita Valentina, dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Meskipun hidup dalam keadaan yang sangat terbatas, Esilia tidak pernah meminta-minta. Ia tetap berjuang dengan menjaga martabatnya.
“Setiap pagi, dia bangun untuk mengurus kebun, masak, dan membersihkan rumah. Meski kadang sakit, dia tetap berjuang sendiri. Anak-anaknya dulu masih kecil, tapi kini mereka bisa sedikit membantu,” tambah Valentina.
Esilia memiliki impian yang sangat sederhana: rumah yang tidak bocor, tempat tidur yang kering saat hujan, air bersih, dan penerangan yang layak. Namun, ia sadar bahwa impian tersebut mungkin tidak akan pernah terwujud.
"Dia pernah bilang, 'Mungkin itu cuma mimpi. Tidak apa-apa.’ Tapi saya tahu, di balik senyumnya, dia menyimpan banyak luka,” ucap Valentina dengan hati yang penuh keprihatinan.
Kisah hidup Esilia menggambarkan bagaimana seseorang dapat bertahan hidup dalam keterbatasan, tanpa menyerah pada keadaan. Di balik setiap senyum yang ia tunjukkan, ada perjuangan yang sangat berat.
Meskipun ia sudah merasa pasrah dengan hidupnya, ia tetap berusaha untuk menjaga martabatnya dan memastikan anak-anaknya bisa hidup lebih baik.
Valentina berharap agar ada perhatian dari pemerintah daerah atau pihak-pihak dermawan yang dapat membantu meringankan beban Esilia.
“Sudah terlalu lama beliau hidup dalam penderitaan. Setidaknya di masa tuanya, biarlah beliau merasakan kenyamanan dan kasih sayang yang layak,” ujarnya dengan penuh harap.
Kisah Esilia adalah potret ketangguhan seorang ibu yang berjuang tanpa lelah meskipun hidup dalam kondisi yang sangat sulit.
Kisah ini menggambarkan banyak perempuan di pelosok negeri yang berjuang dalam diam, tetap menyala seperti pelita di tengah kegelapan hidup yang penuh tantangan.
“Dia mungkin bukan siapa-siapa bagi dunia, tapi bagi anak-anaknya, dia adalah segalanya,” tutup Valentina, mengakhiri cerita tentang keberanian dan kasih sayang seorang ibu.
Reporter: Eventius Suparno